Dua orang sahabat karib sedang berjalan
melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar, dan salah
seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar, merasa sakit hati, tapi
dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir : HARI INI, SAHABAT
TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU. Mereka terus berjalan, sampai menemukan
sebuah oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena
tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan
berhasil diselamatkan oleh sahabatnya.
Ketika dia mulai siuman dan rasa
takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU
MENYELAMATKAN NYAWAKU. Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya, "Kenapa
setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu
menulis di batu?" Temannya sambil tersenyum menjawab, "Ketika seorang
sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf
datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar
biasaterjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar tidak bisa
hilang tertiup angin." Cerita di atas, bagaimanapun tentu saja
lebih mudah dibaca dibandingditerapkan. Begitu mudahnya kita memutuskan sebuah
pertemanan \'hanya\' karena sakit hati atas sebuah perbuatan atau perkataan
yang menurut kita keterlaluan hingga menyakiti hati kita. Sebuah sakit hati
lebih perkasa untuk merusak dibanding begitu banyak kebaikan untuk menjaga.
Mungkin ini memang bagian dari sifat buruk diri kita. Karena itu, seseorang pernah memberitahu
saya apa yang harus saya lakukan ketika saya sakit hati. Beliau mengatakan
ketika sakit hati yang paling penting adalah melihat apakah memang orang yang
menyakiti hati kita itu tidak kita sakiti terlebih dahulu. Bukankah sudah menjadi kewajaran sifat
orang untuk membalas dendam? Maka sungguh sangat bisa jadi kita telah melukai
hatinya terlebih dahulu dan dia menginginkan sakit yang sama seperti yang dia
rasakan. Bisa jadi juga sakit hati kita karena kesalahan kita sendiri yang
salah dalam menafsirkan perkataan atau perbuatan teman kita. Bisa jadi kita
tersinggung oleh perkataan sahabat kita yang dimaksudkannya sebagai gurauan. Namun demikian, orang yang bijak akan
selalu mengajari muridnya untuk memaafkan kesalahan-kesalahan saudaranya yang
lain. Tapi ini akan sungguh sangat berat. Karena itu beliau mengajari kami
untuk 'menyerahkan' sakit itu kepada Allah -yang begitu jelas dan pasti
mengetahui bagaimana sakit hati kita- dengan membaca doa, "Ya Allah,
balaslah kebaikan siapapun yang telah diberikannya kepada kami dengan balasan
yang jauh dari yang mereka bayangkan. Ya Allah, ampuni kesalahan-kesalahan
saudara-saudara kami yang pernah menyakiti hati kami." Bukankah Rasulullah pernah berkata,
"Tiga hal di antara akhlak ahli surga adalah memaafkan orang yang telah
menganiayamu, memberi kepada orang yang mengharamkanmu, dan berbuat baik kepada
orang yang berbuat buruk kepadamu". Karena itu, Saudara-saudaraku, mungkin
aku pernah menyakiti hatimu dan kau tidak membalas, dan mungkin juga kau
menyakiti hatiku karena aku pernah menyakitimu. Namun dengan ijin-Nya aku
berusaha memaafkanmu. Tapi yang aku takutkan kalian tidak mau
memaafkan.Sungguh, Saudara-saudaraku, dosa-dosaku kepada Tuhanku telah
menghimpit kedua sisi tulang rusukku hingga menyesakkan dada.Saudara-saudaraku, jika kalian tidak
sanggup mendoakan aku agar aku 'ada' di hadapan-Nya, maka ikhlaskan segala
kesalahan-kesalahanku. Tolong jangan kau tambahkan kehinaan pada diriku dengan
mengadukan kepada Tuhan bahwa aku telah menyakiti hatimu.
Catatan:
Tulisan Ini Diambil Dari www.tentangpernikahan.com
Compile
By I Am
Tidak ada komentar:
Posting Komentar